me|write, think sotoy
Leave a Comment

lensa persepsi..

Untitled-1.pngSeseorang selalu memandang dunia ini dengan persepsi.. Di banyak referensi disebutkan, persepsi seseorang bersifat subjektif.. Analogi paling sederhananya dari teori ini: persepsi ibarat jenis lensa kamera DSLR.. Tau jenis lensa kamera kan ??.. Ada yang fish eye, macro, tele, wide, dsb..

Penggunaan lensa yang berbeda untuk sebuah objek yang sama, akan menghasilkan gambar yang berbeda.. Misal objeknya adalah kucing.. Coba ambil foto si kucing dengan lensa fish eye, si kucing akan keliatan kembung membulet.. Kalau pakai tele, bisa jadi hasil foto si kucing cuman kupingnya doang karena efek zoomnya.. Padahal objeknya tetep sama: kucing.. Intinya, penggunaan jenis lensa bisa “mengambil” hasil akhir yang berbeda, meskipun objeknya sama..

Dengan teori ini, sangat logis kenapa haters selalu mengambil kesimpulan yang berbeda dibandingkan “lovers”.. Taroklah objeknya misalnya Jokowi.. Apapun yang dilakukannya akan disimpulkan sebagai kesalahan dengan lensa (baca: persepsi) kebenciannya.. Sedangkan “lovers”, atau “netralers”, umumnya akan mengambil kesimpulan yang berbeda, bahkan bisa bertolak belakang dengan haters.. Karena mereka melihatnya dengan lensa cinta atau netral..

Persepsi ini bisa terbentuk dari pelajaran seseorang bertahun2.. Gw setuju dengan Arifin, MBA (2012) dalam bukunya “Ketika Archimedes Berteriak Eureka !!”, yang menyatakan: mayoritas dari kita sebenarnya terkondisi memakai lensa “pihak” lain saat berpikir.. Pihak lain itu bisa jadi agama, pemerintah, orangtua, teman, ataupun guru..

Karena dari kecil kita sudah dipasangkan lensa2 oleh mereka, kita seakan menganggap lensa mereka adalah lensa yang terbaik.. Contoh, persepsi orang tua dulu, kalo anaknya jadi pegawai perusahaan itu udah paling oke.. Padahal si anak, berkat pembelajarannya, mampu melihat dengan “lensa” lain, yakni berwirausaha yang oke.. Nggak jarang urusan beda persepsi begini jadi konflik saat anak muda mau mulai berwirausaha..

Cara mengubah persepsi yang paling mendasar adalah: SADARI KALAU LENSA ITU ADA, dan sebenarnya BISA DIGONTA-GANTI.. Untuk ini ya seseorang harus terus belajar dan berani berpikir sendiri.. Selama taqlid buta, seseorang nggak akan bisa memodifikasi atau mencopot lensanya sendiri.

Menjadi aneh buat gw kalo ada orang yang “menyerahkan” begitu saja pikiran dan persepsinya pada orang lain, atau pada sebuah organisasi.. Karena apa ??.. Buya Hamka di bukunya “Falsafah Hidup” menyatakan:

“Supaya tercapai keselamatan hidup di dunia fana, hendaklah kita mementingkan pikiran kita sendiri.. Yang amat berbahaya bagi hidup ialah pikiran yang tidak tegak sendiri, yang hanya berlindung atau terpengaruh oleh pikiran orang lain.. Ibarat rumput bernaung di bawah pohon besar, hidup segan mati tak mau, karena nggak berani berusaha mendapatkan cahaya langsung dari matahari.”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s