Month: August 2016

terkurung sendiri..

Masa lalu sudah terjadi, masa depan masih misteri.. Namun sepertinya masih ada saja yang terbelenggu oleh masa lalu.. Dari baca2, gw tau dulu Islam pernah jaya, sampai2 untuk update ilmu pengetahuan, seseorang mesti belajar bahasa arab dulu supaya bisa tetap update.. Tapi ya itu dulu.. Di saat sekarang ini, sepertinya ada juga yang berpikir bahwa masa jaya akan selalu bersama mereka.. Jadi seringkali ber-euforia membanggakan yang dulu2, tanpa melihat kenyataan yang sekarang.. Seakan2 sukses atau jaya adalah “heritages” atau warisan yang tinggal didapat begitu saja tanpa harus melakukan kreasi ulang & bersikap inovatif.. Tau cerita seekor kutu kucing yang mempertanyakan “Kucing tuh seperti apa sih ??..” Padahal si kutu selama ini hidup di situ.. Akhirnya si kutu memberanikan diri melompat “keluar” dari si kucing.. Walhasil, ia kemudian bisa melihat jelas bentuk dari si kucing.. Dan ternyata, si kucing pun sedang sekarat.. Kalau saja si kutu nggak memberanikan diri “mengambil jarak” untuk melihat tempat dirinya berpijak, tentu saja ia akan ikut mati bersama si kucing.. Mereka yang kurang paham “kekininannya”, dan selalu berbangga2 dengan masa lalunya, …

diri merdeka persepsi Hamka..

Persepsi bisa jadi salah satu resep sukses seseorang.. Melihat suatu hal secara optimis atau pesimis, kalau disadari mendalam, juga merupakan dua buah lensa / persepsi yang bisa dipilih.. Kalo liat banyak orang sukses, umumnya mereka punya lensa2 unik yang dia kumpulkan dari banyak sumber & pengalaman, sekaligus mampu menggunakannya di momen2 yang tepat.. Pakar kreativitas Edward de Bono dan psikolog Harvard, David perkins melihat persepsi sebagai bagian terpenting dalam berpikir.. Studi Perkins menyimpulkan, 90% kesalahan berpikir terjadi karena kesalahan persepsi.. Tidak peduli sebagus apapun logika seseorang, kalau persepsinya salah, maka; opini, kesimpulan, atau solusi akhirnya juga akan salah.. Nggak jarang kan kita melihat logika2 aneh yg bersumber dari persepsi yg aneh juga dari para haters.. Mulai dari berita yang dipelintir, teroris jadi syuhada, ulama hebat difitnah, korupsi nggak papa kalo niatnya baik, do’a dicampur kritik, dan lain sebagainya.. Di mata mereka yang menggunakan lensa / persepsi normal, sebagus apapun logika yg disusun untuk membangun kesimpulan model begitu, tetep aja jadi aneh, dan nggak jarang malah jadi bahan tertawaan.. hehe.. Haters melihat dengan lensa kebencian.. Dan …

lensa persepsi..

Seseorang selalu memandang dunia ini dengan persepsi.. Di banyak referensi disebutkan, persepsi seseorang bersifat subjektif.. Analogi paling sederhananya dari teori ini: persepsi ibarat jenis lensa kamera DSLR.. Tau jenis lensa kamera kan ??.. Ada yang fish eye, macro, tele, wide, dsb.. Penggunaan lensa yang berbeda untuk sebuah objek yang sama, akan menghasilkan gambar yang berbeda.. Misal objeknya adalah kucing.. Coba ambil foto si kucing dengan lensa fish eye, si kucing akan keliatan kembung membulet.. Kalau pakai tele, bisa jadi hasil foto si kucing cuman kupingnya doang karena efek zoomnya.. Padahal objeknya tetep sama: kucing.. Intinya, penggunaan jenis lensa bisa “mengambil” hasil akhir yang berbeda, meskipun objeknya sama.. Dengan teori ini, sangat logis kenapa haters selalu mengambil kesimpulan yang berbeda dibandingkan “lovers”.. Taroklah objeknya misalnya Jokowi.. Apapun yang dilakukannya akan disimpulkan sebagai kesalahan dengan lensa (baca: persepsi) kebenciannya.. Sedangkan “lovers”, atau “netralers”, umumnya akan mengambil kesimpulan yang berbeda, bahkan bisa bertolak belakang dengan haters.. Karena mereka melihatnya dengan lensa cinta atau netral.. Persepsi ini bisa terbentuk dari pelajaran seseorang bertahun2.. Gw setuju dengan Arifin, MBA (2012) …