Month: May 2018

waktu merasa asoy..

Ternyata enak juga puasa “posting”.. Gyahaha.. Liat medsos cuman sekali2 doang.. Tapi pada dasarnya sih, dari dulu gw emang nggak mau terlalu banyak ngabisin waktu bermedsos.. Paling cuman buat posting blog, sama liat2 wall seperlunya aja, scrollnya nggak terlalu “dalam”.. Mungkin kalo dirata2in, dalam sehari, paling gw fesbukan itu kurang dari satu jam.. Selain kena batuk di awal puasa, entah kenapa, mood nulis jadi agak ngedrop.. Mungkin karena rutinitas “normal” berubah saat bulan puasa.. Setiap orang bisa punya waktu masing2 dimana mereka benar2 merasa sedang “ON’.. Dalam artian mood bagus, dan otak pun berasa oke.. Kauffman & Gregoire (2015) dalam “Wired to Create: Unravelling the Mysteries of the Creative Mind”, menyebutkan: kalo mau jadi orang dengan kreativitas tinggi, dianjurkan untuk memiliki waktu kerja yang sesuai diri.. Ia menjelaskan, banyak orang kreatif merasa “ON” pada jam2 tertentu.. Ada yang pagi hari, sore hari, malam, atau bahkan dini hari.. Menurut studi mereka, orang2 kreatif tahu jam2 dimana pikiran mereka lagi bagus2nya, dan kemudian mampu mengatur kesehariannya dengan itu, lantas menjadi kebiasaan.. Mungkin ini bisa jadi jawaban kenapa …

teroris radikal..

Sempat ada pejabat yang bilang, kalo radikal itu penyebabnya adalah kesenjangan sosial.. Gw sih nggak setuju.. Tuhan ngasi rejeki dengan Adil, siapa berupaya banyak, dia yang dapat banyak.. Seseorang nggak akan mendapatkan selain apa2 yang telah dia usahakan [QS.53:39].. “Menuduh” kesenjangan sosial sebagai penyebab radikal, ibarat orang yang gagal memanajemeni rasa iri di dalam dirinya, lantas seenaknya menyalahkan sesuatu di luar dirinya.. Wong dirinya sendiri yang memang kurang, kenapa jadi berang ke banyak orang ??.. Banyak kok di sekitar gw orang2 yang hidupnya kurang beruntung, namun jauh dari ke-radikal-an, yang notabene bisa menjadi bibit dari terorisme.. Apa para teroris itu punya kelainan mental ?? Paul Gill, PhD, dan Emily Corner, dalam “There and Back Again: The Study of Mental Disorder and Terrorist Involvement,” selama 10 tahun lebih meneliti hubungan antara kelainan mental dan keterlibatan teroris.. Kesimpulannnya, secara mental mereka “baik2 saja”, nggak ada yang aneh, dan cenderung sama dengan orang2 normal.. Jadi, nggak ada satu kelainan mental tertentu yang dianggap bisa menjadi cikal bakal seseorang menjadi teroris.. Untuk radikalisme, gw lebih suka “menyalahkan” gagalnya akal …