Month: May 2015

tunda menunda..

Dari pengalaman ngajar gw sejauh ini, memang nggak sedikit mahasiswa yang sering nunda2 ngerjain tugas.. Terus menunda sampai saat2 terakhir, dan jelas aja hasilnya pasti nggak maksimal atau malah lewat dari deadline.. Kalo dalam istilah ilmu psikologi, pola kerja menunda seperti ini disebut procrastination.. Dan para pelakunya bisa disebut dengan procrastinator.. Ada yang bilang kalo procrastinator ini adalah mereka yang lemah dalam pengelolaan waktu, atau ada juga yang menganggap mereka itu pemalas.. Namun profesor psikologi Joseph Ferrari, Ph.D dari DePaul University – Chicago, yang melakukan penelitian2 terhadap hal ini di abad 20 menyimpulkan hal lain.. Ia menyatakan bahwa procrastination ini disebabkan oleh gangguan kejiwaan dan kepribadian.. Prof. Ferrari menyimpulkan, kalo penunda kronis biasanya meragukan kemampuan dirinya sendiri dan sangat khawatir akan penilaian orang lain.. Jadi mereka mikirnya: “kalo gw nggak nyelesain kerjaan gw, orang nggak mungkin bisa nilai kemampuan gw..”.. Dan menunda kerjaan itu membuat mereka gampang menemukan dalih atau alasan, kalo hasil kerja mereka nggak optimal.. Jadi misalnya gw komentarin tugas mahasiswa penunda: “Nggak banget nih desainnya..”.. Mereka bakal gampang berdalih: “Iya nih mas, …

bermain musik sumbang..

Kalau memperhatikan kasus Rohingnya, gw jadi inget lagi analogi agama dari KH Ahmad Dahlah: “Hakikat agama itu seperti musik, di tangan orang yang pandai memainkannya, dia akan indah, cerah dan mendamaikan.. Namun di tangan orang yang nggak pandai memainkannya, dia akan jadi sumbang, kacau, meresahkan dan tidak menentramkan, bahkan bisa jadi bahan tertawaan..” Di agama apapun, pernyataan dari beliau ini bisa berlaku.. Meskipun Buddha bukan agama langitan (samawi), tetap saja yang gw pahami sih, ajarannya tetaplah ajaran yang sangat berorientasi pada kebaikan.. Agama mana yang tidak ??.. Gw baca biografinya Siddharta Gautama, euh, meskipun yang dalam bentuk komik tebal 8 jilid itu sih.. Dan di situ banyak sekali pemikiran2 hebat yang disampaikan oleh Siddharta.. Dan pemikiran2 beliau tidak didapat begitu saja dengan mudah.. Begitu banyak lika liku kehidupan, termasuk penderitaan yang sudah dilewati sekian lama sehingga beliau sampai pada tingkat “tercerahkan”, dan kemudian mampu memberikan pencerahan pada sekian banyak orang lainnya hingga sekarang.. Bagi sebagian orang, agama bisa menjadi alat politis atau alat lain, yang kadang memang sengaja ditunjukkan dengan beragam atribut untuk mencapai maksud …

gampang – stagnan, susah – tumbuh..

Belakangan ini di kampus tempat gw ngajar, lagi banyak mahasiswa semester akhir yang pusing soal Tugas Akhir.. Bagi mereka, bisa jadi ini hal baru yang mereka lakukan.. Sebelum2nya, bikin karya ya bikin2 aja.. Nggak perlu pake tulisan pengantar karya, dan kliennya pun seringan fiktif, alias si dosen sendiri yang berlagak jadi klien.. (^_^!).. Bisa ditebak, melakukan hal yang berbeda, dan bisa jadi ditambah tingkat kesulitan yang sedikit “naik” (seperti kliennya mesti beneran), jelas membuat mereka perlu berfikir ekstra.. Karena kita manusia biasa, sedikit2 keluhan pun mulai keluar menanggapi kenyataan di lapangan.. Karena terkadang, eh bahkan mungkin seringkali, kenyataan yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang benar2 terjadi di depan kita.. Yah, paling nggak para mahasiswa itu dapet dua hal: pertama, hal yang baru, kedua, hal yang lebih sulit.. Dan mungkin saja mereka belum memahami kalo kedua hal tersebut lah yang bisa membuat mereka “tumbuh”.. Melakukan hal yang sama terus menerus, apalagi hal yang gampang2, justru akan membuat kita terjebak dalam kebosanan & kondisi stagnan.. Melakukan hal2 yang baru tapi gampang, memang nggak membosankan sih, …

Mereka Cari Jalan, Bukan Cari Uang..

Tulisan yang bagus banget dari Rhenald Khasali.. Wajib tarok di blog nih.. hehe.. KOMPAS.com — Duduk di depan saya dua perempuan muda. Mereka sarjana hukum lulusan UI. Wajah dan penampilannya dari kelas menengah, yang kalau dilihat dari luar punya kesempatan untuk “cepat kaya”, asal saja mereka mau bekerja di firma hukum papan atas yang sedang makmur, seperti impian sebagian kelas menengah yang memanjakan anak-anaknya. Namun, keduanya memilih bergabung dalam satgas pemberantasan illegal fishing yang dipimpin aktivis senior Mas Achmad Santosa. Dari foto-foto yang ditayangkan presenter Najwa Shihab dalam program Mata Najwa, tampak mereka tengah menumpang sekoci kecil mendatangi kapal-kapal pencuri ikan. Dari Ambon, mereka menuju ke Tual, Benjina, dan pusat-pusat penangkapan ikan lainnya di Arafura. Itu baru permulaan. Sebab, pencurian besar-besaran baru akan terjadi dua sampai tiga bulan ke depan. Mereka, para pencuri itu, datang dengan kapal yang lebih besar, bahkan mungkin dengan “tukang pukul” yang siap mendorong mereka ke laut menjadi mangsa ikan-ikan ganas. Uang atau meaning? Di luar sana, anak-anak muda lainnya setengah mati mencari kerja, ikut seleksi menjadi calon PNS, pegawai bank, konsultan IT, guru, dosen, dan seterusnya. …