Bagi yang muslim, biasanya udah pada tau ada ayat Qur’an yang menyatakan: manusia diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik2nya (Ahsani Taqwim).. Ada yang menafsirkan ‘Ahsani Taqwim’ itu dalam konteks fisik, dan ada juga yang sampai ke tatanan spiritual..
Lagi2 dari perspektif tasawuf, gw dapet lagi penafsiran yang nggak umum.. Ada lagi versi penafsiran “Ahsani Taqwim” yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang PALING LENGKAP..
Lengkap dalam artian: ada banyak ‘ciptaan’ Tuhan yang lain yang disematkan ke dalam diri manusia.. Baik itu yang fisik ataupun metafisik.. Ada ‘binatang’ liar, ada ‘wadah tanah’ yang bisa ditanami ilmu, ada ‘tanaman’ yang bersifat tumbuh, ada setan / iblis yang menggoda, ada malaikat, bahkan ‘bagian’ dari Tuhan sendiri pun sudah dihembuskan ke dalam diri manusia..
Disadari atau tidak, semua ‘kelengkapan’ tersebut punya potensi untuk terus bertumbuh.. Mau rajin ‘menanam’ ilmu ya ilmunya makin banyak, atau mau ngasi makan nafsu ‘hewan liar’ ataupun setan terus, ya dia akan tumbuh.. Sampe2 Buya Hamka dalam sebuah bukunya menyatakan bahwa manusia bisa jadi ‘setan’ tanpa manusianya sendiri menyadari.. (^_^!)
Nyambung sama pernyataan Quraish Shihab: ini yang menyebabkan manusia selalu berada dalam dilema antara dua kutub.. Kutub sebaik2 bentuk (Ahsani Taqwim) dan kutub lebih rendah dari binatang (Asfala Safilin)..
Maka saran si sufi; jangan pernah melepaskan ‘gantungan’ pada Tuhan dalam mengambil tindakan.. Saran yang terdengar ‘enteng’, tapi berat untuk konsisten dijalankan.. Buktinya kasus2 ‘berkedok agama’ bermunculan, mulai dari penipuan berkedok syari’ah, penyelewengan dana sedekah, sampe pencabulan2 yang terjadi di pondok pesantren..
Pelaku2nya kan terlihat banget sebagai orang2 yang ‘jago agama’.. Entahlah.. Gw jadi kepikir hal ini juga bisa terjadi karena kurangnya membaca2 ayat2 Tuhan yang ada di alam.. Terlalu fokus pada ayat2 yang tertulis (verbal) tekstual, dan mengabaikan ayat2 yang terhampar (non-verbal)..
Jadinya kurang membaca ‘alam sekitar’.. Padahal ada banyak yang bisa dibaca, dari hal kecil sampe yang besar.. Nih kita nih, orang kota, sibuk setengah mati, jadi sering nggak baca keindahan di matahari terbenam dan awan, nggak baca kelucuan yang menghibur pada seekor kucing.. Bahkan kadang nggak baca kepolosan anak kita sendiri.. Kalo level atas, ya bacanya ala ilmuwan melalu riset2 sains..
Mereka yang terlibat kasus2 gokil itu nggak membaca penderitaan orang lain.. Nggak baca kekecewan & sedihnya orang2 yang tertipu, nggak baca harapan tulus orang2 yang bersedekah, dan nggak baca kemarahan campur takut orang2 yang tercabuli..
Al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan menyatakan bahwa penalaran Islami terhadap alam bukanlah sekedar penalaran rasional, melainkan penalaran yang berfungsi menggerakkan perasaan manusia..
Pendek kata: membaca ayat non-verbal bisa memperhalus hati nurani..