Di era musik streaming sekarang ini, ada buanyak buanget lagu yang bisa didengerin.. Jenis atau genre musik/lagunya pun sangat beragam.. Apple Music aja sekarang ini berani nge-klaim punya 75 juta lagu yang bisa diputer.. Entahlah kalo Spotify dan youtube music..
Tapi kenape ye, koq playlist gw itu isinya kebanyakan lagu lama ??.. Bukannya lagu baru nggak banyak sih, tapi kalo nambah lagu baru pun, biasanya jenis musiknya ‘mirip2’ gitu sama lagu lama yang gw suka.. Terkadang lagu2 yang didengerin saat kuliah atau awal2 lulus, malah sering diputer lagi dan lagi.. Bikin playlist isi lagu2 baru pun kayak nggak jauh2 dari yang model begitu..
Mungkin karena soal selera, tapi memang rasa2nya gw kurang bisa tune-in sama musik ‘jedag-jedug’ dan ajeb2.. Lagu Korea juga nggak masuk ke selera gw, tapi kalo lagu Jepang masuk banget.. Karena emang udah dari dulu doyan jejepangan.. Tapi ini kan bukan berarti lagu Jepang lebih bagus dari lagu Korea..
Sulit menilai lagu/musik secara objektif, selain karena selera, kalo dari perspektif Semiotik, manusia itu makhluk pemberi makna.. Disadari atau tidak, seringkali kita memberi makna pada lagu2 tertentu.. Makna yang diberikan ya bergantung pada momen, kejadian, perasaan, atau konteks apapun di saat seseorang jadi “kecantol” pada lagu2 tersebut..
Itulah kenapa sebuah lagu buat seseorang bisa jadi: “guwe banget”, namun buat orang lain: “nggak banget”.. Bagi orang yang cintanya pernah bertepuk sebelah tangan, lagu “Pupus” dari Dewa bisa terasa sangat ‘dalem’.. Tapi bagi yang perjalanan cintanya mulus2 aja, lagu “Kamulah Satu2nya” dari artis yang sama bisa punya kesan yang lebih dalem..
Dalam kasus musik jadul vs musik sekarang, seseorang jadi nggak bisa meng-klaim begitu saja bahwa lagu2 lama lebih bagus dari lagu2 sekarang, atau sebaliknya.. Karena dalam men-judge sebuah lagu, ada makna ataupun kualitas2 tertentu yang tekait dengan konteks personal seseorang..
Ada juga sebuah studi yang dilakukan oleh Goodman dan rekan2nya (2013), hasil studinya diterbitkan Springer Science+Business Media, dengan judul: “The same old song: The power of familiarity in music choice”.. Sesuai judulnya, ia meneliti preferensi seseorang dalam memilih musik..
Ternyata meskipun audiens menyatakan mereka mau mendengar musik baru atau ‘unfamiliar music’, namun ke-‘familiar’-an mereka terhadap musik2 tertentu bisa memprediksi secara positif pilihan2 lagu dan playlist mereka..
Dalam studinya, meski konsumen menunjukkan kepengen musik dengan kebaruan yang lebih, faktanya pilihan2 mereka malah berkesan sebaliknya.. Ada “unconscious preferences” yang ‘mencegah’ mereka untuk menyadari keinginan aktualnya sendiri..
Woaa, baru tau gw ada istilah ‘unconscious preferences’.. Apakah dalam memilih jodoh istilah keren ini berperan juga ??.. (^o^)/