“IT’S DIGITAL HEROIN: HOW SCREENS TURN KIDS INTO PSYCHOTIC JUNKIES.”.. Begitu headline salah satu artikel New York Post yang bikin dunia game mungkin jadi “sedikit” heboh.. Atau nggak sama sekali ya ??.. Di salah satu WA grup gw sih ada juga yang ngeshare artikel terkait dengan berita ini..
Karena gw doyan banget maen video game, bahkan tesis pun tentang game, gw jadi pengen tau lebih jauh.. Ternyata artikel yang ditulis oleh Dr. Nicholas Kardaras itu, turut mengundang sejumlah “kontra”..
Kardaras menyatakan bahwa iPads, smartphone, dan Xbox adalah bentuk dari “digital drug”.. Kesemuanya dapat berdampak pada frontal cortex, dan memberikan efek yang sama seperti yang didapat dari kokain..
Peter Gray, Ph.D., seorang profesor dan periset di Boston College merupakan salah satu orang yang “meng-counter” Kardaras.. Dalam sebuah artikelnya di situs Psychology Today, Gray menyatakan bahwa riset Kardaras hanya merujuk pada adanya “jalur” tertentu di otak depan.. Dimana dopamine sebagai neurotransmitternya (kimia pembawa pesan), menjadi aktif ketika seseorang bermain video game, dan juga terjadi seperti saat seseorang mengkonsumsi drugs..
Yang “luput” dari Kardaras dan artikel2 sejenis adalah: fakta bahwa semua kegiatan yang mengandung kesenangan / pleasure, pastilah mengaktifkan jalur ini.. “These are the brain’s pleasure pathways..”, begitu tulis Gray (2018) dalam “Sense and Nonsense About Video Game Addiction”..
Kalo bermain video game nggak meningkatkan keaktifan “dopaminergic pathways” ini, maka maen game itu NO FUN.. Satu2nya cara untuk menghindari efek ini pada otak adalah dengan menghindari semua hal yang sifatnya menyenangkan / pleasurable..
Peneliti game: Patrick Markey & Christopher Ferguson (2017) dalam bukunya “Moral combat: Why the war on violent video games is wrong”, menyatakan: maen video game meningkatkan kadar dopamine setara dengan memakan satu slice pizza, atau semangkok es krim.. Tuuh.. jadii, kalo nggak punya duit buat beli pizza atau es krim, buka hape ajaa, terus maen game deh.. Rasa di otaknya sama kok.. Gyahaha..
Yang gw pahami sih, maen game selama porsinya nggak berlebihan, manfaatnya bisa banyak.. Silahkan googling sendiri kalo kepo.. Tapi bagaimanapun yang namanya teknologi selalu bisa berpotensi menjadi pedang bermata dua.. Medsos yang kita gunakan sehari2 pun bisa memberikan efek yang buruk kalau nggak digunakan secara bijak..
Soal kecanduan game, Daniel Loton dkk (2016) pernah melakukan studi.. Dalam “Video game addiction, engagement and symptoms of stress, depression and anxiety”, ia menuliskan: mereka yang kecanduan video game adalah mereka yang merasa stress dan cemas berlebihan / depresi.. Bisa juga dikatakan, seorang pecandu game cenderung orang2 yang memilih untuk mencoba menghindari masalah2 hidupnya, ketimbang menghadapi dan menyelesaikannya..