me|write, think sotoy
Leave a Comment

tsundoku..

Sabtu kemaren ke Indonesia International Book Fair di JCC.. Ada tempat namanya Zona Kalap.. Gimana nggak bikin kalap, disitu buku2nya di-diskon bisa sampe 90%..!! Ngeliat ramenya tuh zona, plus antrean kasir yang dipenuhi manusia2 yang menenteng keranjang2 penuh buku, darah gue pun mendidih.. Pengen ikutan berjibaku dan “berdarah2” di sana.. Gyahaha..

Udah lama gw beranggapan, kalo beli buku itu merupakan sebuah investasi.. Jadi, entah itu dompet lagi lapang, ataupun lagi sempit, selalu ada “ruang” di dompet untuk beli buku.. Budget cicilan, belanja bulanan, bayar SPP dan listrik, selalu minggir dan memberi jalan bagi duit yang akan lewat untuk beli2 buku.. Hehe..

Namun, membeli buku dan bersedia menyempatkan waktu untuk membacanya adalah dua persoalan yang berbeda.. Gw termasuk orang yang punya masalah, atau “gap” antara jumlah buku yang dibeli, dengan jumlah waktu membacanya.. Pendek kata, gw ngerasa, “antrian” buku yang mesti gw baca jadi terus bertambah panjang..

Untuk hal ini, di dalam bahasa jepang ada isitlah “Tsundoku”.. Menurut Prof. Andrew Gerstle dari University of London, kata “doku” bisa digunakan sebagai kata kerja yang artinya “membaca”.. Dan kata “tsun” di dalam “tsundoku” asalnya dari kata “tsumu”, yang artinya menumpuk.. Bila digabungkan, “tsundoku” bermakna membeli materi2 bacaan, dan menumpuknya..

Ternyata istilah ini sudah ada sejak sekitar tahun 1879.. Dan sepertinya merupakan istilah satir, untuk guru2 yang punya banyak buku, tapi nggak membaca buku2 tersebut.. Menurut Prof. Gerstle juga, meski kata tersebut rasa2nya ada unsur “hinaan”, namun tidak ada “stigma” apapun atas istilah itu di Jepangnya sendiri..

Ngeliat rak buku gw yang makin penuh, belum lagi “koleksi” e-book yang sampe giga2an, tapi yang gw baca baru mega2-an, gw jadi merasa masuk ke kategori “tsundoku” itu.. Dan setelah baca2 lagi, ternyata menumpuk buku2 melebihi kemampuan waktu kita untuk membacanya bukanlah hal yang sepenuhnya buruk..

Satu rak penuh buku yang belum kita baca menunjukkan “seberapa banyak yang kita nggak tau..”.. Makin banyak rak model begitu, semakin sadar bahwa semua yang sudah kita ketahui masih belum ada apa2nya.. Atau mungkin belum tentu semuanya itu benar, karena ilmu bisa ter-update toh ??.. Rak yang penuh dengan ide2 yang belum ter-eksplorasi bisa mendorong seseorang untuk terus membaca, belajar, dan ngerasa nggak nyaman atas apa2 yang sudah diketahui..

Ada yang menyebut ini sebagai bentuk kerendah-hatian intelektual / Intellectual humility.. Mengelilingi diri dengan banyak buku (meski belum dibaca) menjauhi seseorang dari rasa sok tau, over confident, dan sok paling benar & pinter sendiri.. Nggak heran ada juga yang menyebutkan bahwa “Tsundoku” bisa menjadi counter dari “Dunning Kruger Effect”..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s