me|write, spiritual
Leave a Comment

self-transcendence..

untitled-1Dulu pas kuliah pernah dapet teori kebutuhan Abraham Maslow, tapi seinget gw, dulu itu puncak tertingginya Self-Actualization.. Kalo googling, banyak juga sih yang puncak tertinggi dari piramida kebutuhuan Maslow itu Self-Actualization..

Pas baca buku terbitan 2012, “The Psychology Book – Big ideas simply explained“, kayak kumpulan teori psikologi gitu, editor dan kontributornya banyak, ternyata masih ada satu tingkat lagi di atas Self Actualization.. Yakni Self-transcendence..

Self-transcendence merupakan kebutuhan manusia untuk “bergerak” keluar diri, dan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, seperti Tuhan misalnya.. Atau melakukan sesuatu diluar ego diri, seperti membantu orang lain tanpa berpikir imbalan..

Self-transcendence ada di puncak tertinggi piramida kebutuhan.. Berarti bisa dibilang teori Maslow juga bersinggungan dengan teorinya Pierre Teilhard de Chardin (seorang filsuf sekaligus palaentologist).. Pierre menyatakan: “We are not human beings having a spiritual experience; we are spiritual beings having a human experience.”

Sebagai makhluk spiritual, bisa jadi kebutuhan tertingginya adalah menjadi “terhubung” kepada penciptanya.. Di situ sepertinya kedamaian terhebat bisa didapat.. Bukan dari sesuatu yang sifatnya material, seperti harta, kuasa, narkoba, dsb..

Pernyatan Maslow “melakukan sesuatu diluar ego diri” juga menarik.. Karena untuk melakukannya, umumnya perlu cinta yang besar.. Gimana mau melakukan sesuatu tanpa ego, nggak mikirin keuntungan diri, kalo nggak punya cinta yang besar pada makhluk lain..??

Dalam Islam, memulai segala sesuatu dianjurkan membaca  Bismillaahir Rohmaanir Rohim.. Ada yang berpendapat Ar-Rahman (Maha Pengasih), dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) adalah dua sifat utama Alloh.. Mengasihi dan menyayangi merupakan wujud dari cinta..

Ngomongin cinta, gw jadi teringat sebuah pemikiran tasawuf: Kenapa kok Bismillaahir Rohmaanir Rohim ?? Bukannya Bismillaahir Rohiimir Rohman ??.. Kenapa Ar-Rahmannya duluan, dan Rohimnya belakangan ??..

Kalo kita ngomong Ar-Rohman, mulut kita menganga, artinya ada sesuatu yang keluar dari dalam diri, atau terlempar jauh.. Kalo kita ngomong Ar-Rohim, di akhir kata mulut kita akan tertutup atau mingkem, artinya ada yang masuk ke dalam.. Rohman itu cinta yang luas, dan Rohim adalah cinta yang ke dalam..

Jadi maknanya, untuk urusan mencintai sesama makhluk: meluas dulu (horizontal), baru ke dalam (vertikal).. Orang lain dulu, baru diri sendiri.. Mereka yang mencintai sesama makhluk, akan mendapatkan balasan cinta dari sesama, dan dari Tuhan juga tentunya.. Cinta ke dalam yang berwujud garis vertikal, kalo garisnya ditarik terus juga akan “terhubung ke atas” (Tuhan)..

Pemilik cinta horizontal yang besar, akan selalu berusaha menebar “damai” & kebenaran.. Egonya berhasil ditundukkan, jadi cinta vertikalnya sepertinya cenderung lebih oke..

Hmm.. Self-transcendence ya.. Hebatlah si Maslow tuh..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s