me|write, think sotoy
Comment 1

imun kontra..

untitled-1Prof. Leon Festinger menyatakan, seseorang hidup di dunia ini pasti membangun urutan2, dan kata kunci untuk membangun urutan2 tersebut adalah konsistensi..

Dengan konsistensi itulah manusia membangun rutinitas dan kebiasaan: seperti jam makan & jam tidur, memilih tempat duduk favorit di sarana transportasi, termasuk menjadikan sebuah makanan menjadi favoritnya.. Dan kalo konsitensi ini terganggu, maka akan terjadi ketidak nyamanan..

Ternyata kognisi seseorang pun dibentuk dengan cara seperti itu.. Ada pola2 pikir yang akhirnya menjadi kebiasaan atau keyakinan.. Dan bila ada sesuatu yang kontradiksi dengan pikirannya atau keyakinannya sendiri, maka akan timbul perasaan nggak nyaman.. Kondisi kayak begitulah yang Festinger (1960) sebut dengan “Cognitive Dissonance”..

Contoh situasi kognisi nggak nyaman: Tau kalo youtube-an terus itu menghambat pekerjaan tapi tetep youtube-an; patah hati tapi tetep berpikir akan baik2 saja; atau tau kalo merokok itu buruk tapi tetep merokok..

Ketidak nyamanan ini bisa dihilangkan dengan cara2 berikut: (1) Mengurangi derajat kepentingan yang kontra (kerjaan ntar aja, mumpung wifi kantor kenceng & gratis, – youtube-an lebih penting..), (2) Menambah keyakinan2 baru (biarin gw ditolak, nanti dia pasti nyesel..), atau : (3) Benar2 meninggalkan “attitude” penyebab kontradiksi (nggak ngerokok temen gw tetep sakit2an dan mati muda kok, jadi ya ngerokok aja..)

Beliau berkesimpulan, Cognitive Dissonace yang telah terbentuk pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut sulit menerima hal2 yang bersifat kontradiksi.. Karena akan berakibat ketidak konsistenan dengan apa yang mereka yakini dari dulu sampe sekarang.. Jadi, daripada menerima kontradiksi, lebih mudah untuk memilih / membuat bukti2 / argumen2 baru yang sesuai dengan keyakinan mereka selama ini..

So, konsisten langsung meyakini kebenaran 100% dari sebuah berita, opini, atau argumen tanpa mencermati kontranya bisa membuat seseorang mengalami Cognitive Dissonance.. Gw kepikiran, sepertinya salah satu cara pencegahannya ada di QS. 49:6, yang menganjurkan untuk memeriksa dengan teliti kalo mendapatkan sebuah berita.. Pake apa periksanya ?? Ya bisa dengan Iqra / baca / observasi, dan perenungan / mempertanyakan / mikir..

Teori ini juga bisa menjawab, kenapa mereka yang konsisten “dirasuki” oleh bibit radikalisme dan intoleran dalam jangka waktu lama, kebanyakan susah banget untuk “digoyang” pemikirannya.. Sampe2, nanggepin mereka juga jadi males.. Setuju banget sama mereka yang bilang, kalo bibit radikalisme & intoleransi pada generasi muda mesti diwaspadai.. Karena kalo udah sampe jadi Cognitive Dissonance bisa berabe..

Festinger menjelaskan, sangat sulit mengubah pemikiran mereka yang mengalami Cognitive Dissonance.. Mereka immune / kebal terhadap bukti2 dan argumen rasional.. Beliau juga bilang: “Tell him you disagree and he turns away.. Show him facts or figures and he questions your sources.. Appeal to logic and he fails to see your point..”

1 Comment

  1. Openmindedness menurut saya sebuah skill sih, bukan sifat yang inheren ada dalam diri manusia. Lha wong pada dasarnya semua manusia itu egois, melihat apa yang ingin ia lihat, percaya apa yang memang ingin ia percaya. Kalau tak pernah melatih untuk berpikir terbuka, by default manusia akan menjadi seseorang yang berpemikiran tertutup. Ini juga berpengaruh pada manusia yang susah keluar dari zona nyaman. Ujung-ujungnya bukan manusia lagi, melainkan katak dalam tempurung, haha.
    Tulisan yang sangat menggelitik! Terus suka deh dengan komiknya, haha!

    Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s