Nggak terasa, tahun 2021 udah mau ‘abis’ aja.. Untuk sebagian orang, waktu adalah uang.. Sebagian lagi: waktu adalah pedang.. Untuk sebagian yang lain lagi: waktu adalah amal..
Absurd bukan ??.. Baru dari ‘waktu’ saja, bisa muncul beberapa makna.. Mana yang benar ??.. Atau bisa benar semua ??..
Belum lama ini liat postingan humor di fesbuk yang isinya pertanyaan: kenapa ikan nggak bisa ngomong ??.. Jawaban scientist: “Karena ikan adalah binatang”.. Jawaban Teolog: “Karena Tuhan mentakdirkan begitu.”.. Jawaban filsuf: “Karena ikan2 itu memang nggak butuh bisa bicara..”
Mana yang benar ??.. Ketiga2nya kah ??.. Absurd.. Dalam sebuah buku tentang warna, disebutkan warna kuning di sejumlah negara bermakna keceriaan, namun di Jepang maknanya adalah keberanian.. Lah di sini, maknanya berkabung / ada orang mati (bendera kuning)..
Ini kalo ada orang Jepang jualan nasi goreng gerobakan di sini pake bendera kuning di gerobaknya dengan maksud simbol gagah berani, lantas gimana jadinya ??.. Calon pembeli bakal nanya: “Bang, itu nasinya udah pada meninggal apa gimana ?!?..” (^o^!)/
Ini yang gw suka dari filsafat aliran absurdisme.. Seakan memprotes kebenaran tunggal.. Karena manusia adalah makhluk penafsir / pemberi makna.. Dengan persepsi, dan perspektif yang berbeda, maka makna yang dibangun akan berbeda2 pula..
Sebetulnya ada banyak ketidakpastian atau absurditas dalam kehidupan ini yang pada akhirnya membuat kita ‘sumpek’ sendiri.. Misal: Kok dia beruntung aku apes, dia culas & males koq idupnya malah enak, harapan2 banyak yang nggak sesuai kenyataan, dsb.. Masa depan apalagi, sangat abu2 dan absurd.. Ujung2nya banyak manusia merasa malas menafsirkan dan memberi makna pada hidupnya sendiri..
Albert Camus, seorang filsuf absurdisme menganjurkan kita untuk ‘merangkul’ kondisi absurd ini.. Jangan ditolak, atau lari dari padanya.. Karena sejatinya, manusia adalah pembangun makna.. Saat seseorang berhenti berpikir, atau menafikan kemampuannya untuk mencari makna rasional dari hidupnya sendiri, maka sebetulnya dia sudah melakukan “bunuh diri filosofis..”
Dan kalo menurut Camus, pelarian dari absurditas yang banyak dilakukan adalah ‘lari’ ke agama atau hal2 nggak rasional.. Berhenti memikirkan hidup, enggan mengevaluasi diri, dan bilang: “Ini semua karena Tuhan”, atau “nanti menangnya di akhirat aja”, adalah cara enak menghindari absurditas hidup..
Siapa yang bisa paham ‘cara kerja’ Tuhan ??.. Beda agama pun bisa juga beda akhiratnya.. Terus, apa iya ada ‘rasa persaingan’ di akhirat nanti ??..
Saran dari Camus: lawan absurditas dengan berani, pikir dan ciptakan sendiri makna rasional pada setiap episode kehidupan supaya hidup nggak ‘sumpek2’ amat.. Berikan makna / judul2 untuk tiap perjalanan hidup..
Kalo lagi bokek, kasi makna / judul: “Kurang Kerja Keras”.. Lagi down: “Mentok Harus Mantul..” Lagi jomblo: kasi judul “Menanti yang Terbaik”.. Dan sebagainya yang enak menurut diri..
Udah ah….. Endingnya absurd….(^o^)/