me|write, spiritual
Leave a Comment

budaya ya ya..

Di Madura, sekitar semingguan setelah Idul Fitri, ada namanya “Tellasan Topa”.. Tellasan artinya lebaran, dan Topa’ artinya ketupat. Tellasan Topa’ biasanya dilakukan di hari kedelapan di bulan Syawal.. Kalo dari sejarahnya, ini dikarenakan adanya sunnah berpuasa 6 hari di bulan Syawal..

Padahal kan puasa Syawal harinya nggak harus berurutan langsung gitu ya.. Tapi karena banyak juga yang melakukannya langsung 6 hari berturut2 setelah Idul Fitri, maka ini seperti “perayaan” bagi mereka yang berpuasa Syawal.. Tradisi tahunan ini sudah lama dilakukan di sana..

Hidangan utamanya ya sesuai namanya: ketupat.. Bentuk ketupatnya pun bisa dibikin beragam desain, nggak cuman kotak.. Bisa bentuk mesjid, ikan, atau burung.. Menu “gandengan”nya bisa bermacam2, bisa soto atau lainnya..

Pada hari itu juga, umumnya warga akan saling mengantarkan ketupat masakannya ke rumah2 tetangga terdekat.. Mau sodara atau bukan, pokoke setiap orang yang hidup bareng di sekitar situ bisa dapet masakan..

Bagi penafsiran masyarakat sana, Tellasan Topa’ mencerminkan nilai kebersamaan yang tinggi, kekerabatan, gotong royong, dan kekeluargaan..

Ini hanya salah satu contoh gimana Islam “bertemu” dan tumbuh bersama dengan budaya lokal.. Ada juga tradisi lebaran Bedulang di Belitung, atau Gerebek Syawal di Yogyakarta..

Kesemuanya mengandung local wisdom yang bernilai baik.. Meski begitu, ada aja yang menganggap hal2 kayak gitu adalah bid’ah.. Padahal kalo, sepemahaman gw sih, bid’ah itu hanya berlaku untuk rukun Islam.. Rukun Islam nggak boleh diganti, ditambah atau dikurangi.. Bangun subuh ngerasa segar dan semangat banget, lantas sholat subuhnya ditambah jadi 12 raka’at, nah itu baru bid’ah..

Alasan dulu Rasul nggak melakukan itu pun kurang “masuk” buat gw.. Karena ada banyak sekali hal yang beliau nggak lakukan dulu, dan kita lakukan sekarang (akibat perkembangan zaman).. Seperti naek motor/mobil atau ber-medsos ria.. Dan bukan lantas menjadi “hukum”, kalo semua yang nggak dilakukan Rasul otomatis menjadi sebuah larangan..

Agama dan budaya bukan dua hal yang sifatnya “versus”.. Sholat itu agama, tapi baju yang kita pake itu budaya.. Seseorang hidup nggak akan bisa lepas dari budaya (hasil pikiran manusia).. Mesjid juga bisa dikatakan agama, tapi desainnya, karpetnya, bentuk mimbarnya, AC atau kipas anginnya adalah budaya..

Poinnya, terlepas dari budaya apapun yang sudah kita miliki, dengan adanya akhlak yang baik (misi dari Rosul), maka budayanya bisa menjadi lebih baik, dan bukan dihilangkan..

Bertemunya Islam dengan local wisdom malah bisa memunculkan hal2 baru.. Seperti sarung, ketupat, atau “event2” seperti diatas.. Jadi daripada menyebutnya bid’ah, atau campuran agama-budaya, gw lebih suka menyebutnya dengan “penambahan aset”, atau “kekayaan” dari Islam itu sendiri..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s