favourite, me|write, think sotoy
Comments 2

rid murid..

Untitled-7Kadang gw suka iseng buka2 WA grup istri.. Kepo aja, apa sih yang biasa diobrolin sama “Mahmud Abas” (Mamah Muda Anak Baru Satu).. Euh, tapi bini gw anaknya udah dua yak.. Yah, Mahmud Udda dah.. haha..

Tumben2an, kemaren itu, gw liat obrolannya agak beda.. Ada emak2 yang bahas pengajian.. Dia bilang, kalo ikutan pengajian tuh bagusnya gurunya jangan cuma satu, kalo bisa malah beda2 tempat juga.. Biar ilmu & wawasannya tambah luas.. Dia juga bilang, salah satu guru ngajinya malah nganjurin untuk ngaji2 juga di tempat lain, cari guru yang banyak selain dia..

Waaw.. keren juga nih.. Arahnya udah asyik, supaya nggak taqlid buta, dan nggak “mengkultuskan” satu guru aja.. Hanya punya satu guru, satu “lingkungan”, bisa membuat seseorang menjadi taqlid.. Apalagi kalo si guru malah melarang baca ini baca itu, ikut pengajian sono pengajian sini, ujung2nya subjektif / satu perspektif, dan jadi merasa paling benar..

Bicara tentang guru, berkesan selalu berkaitan dengan murid.. Padahal kalo ditelusuri dari asal usul katanya, bisa nggak begitu loh.. Ada referensi yang menyatakan kata “murid” asal usulnya itu dari bahasa arab, “muridan”.. Artinya orang yang berkehendak..

Sejauh ini gw juga nggak pernah denger cerita Rasululloh punya murid.. Yang ada, beliau dikelilingi oleh para sahabat.. Hubungannya seakan berkesan lebih “horizontal”, ketimbang guru murid yang berkesan “vertikal”..

Makna “orang yang berkehendak” nggak ada hubungannya dengan hirarki atau “struktural” macam itu.. Tapi karena di Indonesia kata guru dan murid seakan sudah berpasangan, jadilah konteksnya sesempit yang mengajar dan yang diajar..

It’s Oke.. No problemo, toh itu hanya istilah.. Namun, kalo bicara dari aspek makna, memilih guru itu memang sebaiknya yang mampu memperbesar kehendak dari muridnya.. Yaa seperti gurunya si mamah muda di awal paragraf..

Kehendak ingin tahu si murid seharusnya diperkuat dan diperluas terus.. Biar wawasan tambah luas, dan bisa membanding2kan dengan akal sendiri.. Karena menurut Buya Hamka, salah satu fungsi akal yang penting adalah membanding2kan..

Kalo guru malah “mematok” besarnya kehendak ataupun ruang “kepo” si murid, justru malah mematikan makna dari asal kata murid itu sendiri.. Maka dari itu, guru2 yang hebat, adalah guru yang selalu bisa memuridkan dirinya sendiri, dan membantu mencari serta membuka pintu2 pikiran baru bagi para muridnya..

Emha Ainun Najib menyatakan dalam sebuah bukunya: “Guru yang bukan murid itu riya’ dan sombong.. Murid yang bukan guru itu goblok.. Kyai yang bukan santri itu sok.. Santri yang bukan kyai itu pasti tidak maju2.. Seorang bapak harus mentaati anaknya, oleh karena itu si bapak harus mendidik anaknya untuk menjadi pribadi yang pantas untuk ditaati..”

2 Comments

Leave a comment