read|me
Comments 13

orang indonesia..

Sebenarnya ini adalah ringkasan dari buku Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland yang berjudul “Why Asians Are Less Creative Than Westerners”(Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari negara-negara barat), tapi berhubung saya tinggal di Indonesia dan lebih mengenal Indonesia, maka saya mengganti judulnya, karena saya merasa bahwa bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri yang paling mirip seperti yang tertulis dalam buku itu.

1. Bagi kebanyakan orang Indonesia, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter, pengacara, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki banyak kekayaan.

2. Bagi orang Indonesia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai ceritera, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku korupsi pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yang wajar.

3. Bagi orang Indonesia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban”, bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT, dll, semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya, bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.

4. Karena berbasis hafalan, murid-murid di sekolah di Indonesia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit-sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas, kalaupun ada biasanya bukan hasil didikan dari mainstream pendidikan yg formal, melainkan dari lembaga swasta, perseorangan, atau lembaga pendidikan yg banyak mengembangkan minat bakat peserta didiknya, seperti SMK yg tlah berhasil mengembangkan/menghasilkan karya yg luar biasa.

6. Orang Indonesia takut salah dan takut kalah. Akibatnya, sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.

7. Bagi kebanyakan bangsa Indonesia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir, peserta akan mengerumuni guru/narasumber untuk meminta penjelasan tambahan.

Dalam bukunya, Prof.Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:
1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya, bukan karena kekayaannya. Percuma bangga naik haji atau membangun mesjid atau pesantren, tapi duitnya dari hasil korupsi

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban untuk X x Y harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta)-nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. Ayo bertanya!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau kita tidak tahu!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan. Sebagai orang tua, kita bertanggungjawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya

Original posted by: Mahasiswa Freak: PENDIDIKAN Indonesia “Generasi Hafalan” http://www.mahasiswafreak.com/2012/01/pendidikan-indonesia-generasi-hafalan.html#ixzz1rjoVrZFA
http://mahasiswafreak.com

This entry was posted in: read|me
Tagged with: , ,

by

"Tuhan.. tolong berikan rejeki berlimpah pada semua orang yang udah mampir ke blog ini.. Amiiinn.." ......(^_^!)

13 Comments

  1. gue suka niy tulisan
    dulu pernah ‘disebelin’ sama bbrp temen kuliah krn saking seringnya tanya en inisiatif di kelas *demi nilai* hahahahaha.. tp emang gw org nya penasaran siy 😛

    Like

    • resiko jadi penanya di sini… hehe.. padahal mah yah, justru makin banyak tanya makin bagus… Ketimbang diam seribu bahasa tapi ndak ngerti… gwakakak..

      Image Hosted by ImageShack.us

      Like

    • Betul betul betul, kalo kebnyakan nanya mlh d bilang sok pinter dan mengganggu jadwal pulang yg harusnya pulang cepet.. 😛

      Like

      • bener… inget jaman kuliah, ada temen yang nanya mulu ama dosen, eh malah banyak yang sebel gara2 pulangnya jadi tambah lama… wakakak…

        Image Hosted by ImageShack.us

        Like

        • kalau aku bukan gitu siy, lebih ke… hmm tanya2 en jawab2 buat tambah2 nilaiku sendiri… *ngembat nilai di awal.* hahahahaha…. soalnya nambahin point :p Mayannnnn

          Like

  2. menghentak banget deh bacaan itu.. jadi pengen beli.. walupun diaplikasikan ke orang indonesia, kog ya “kena” juga.. merasa tergetok blom meraih passion sampe sekarang..
    yang nomor satu itu iya banget.. materi ukuran sukses..
    sistem pendidikan swasta bagus loh sekarang, bukan nilai ato angka yang dibikin prestasi, tapi inisiatif, kreatif, empati juga loh.. [eh baru di swasta kayanya]

    Like

Leave a comment